30/07/13

Canon Printer driver download

This site maintains the list of Canon Printer drivers available for free Download. Just browse our organized database and find a driver that fits your needs. We are adding new drivers daily, so let us know if we don't have a driver you need.

Here is the list of Canon Printer driver we have for you. To download drivers you should find the Operation System, the exact device model and click on the Download button. If you can not find the exact driver for your Canon Printer please send us the driver request and we will try to find it for you. Also you can visit and discuss Canon drivers on our free forum.

Browse

VendorModelCommentOSDownload
CanonimageCLASS LBP6000
WindowsDownload
CanonPIXMA MX410
Win7Download
CanonSELPHY ES30
WindowsDownload
CanonSELPHY ES3
WindowsDownload
CanonSELPHY ES20
WindowsDownload
CanonSELPHY ES2
WindowsDownload
CanonSELPHY ES1
WindowsDownload
CanonSELPHY CP770
WindowsDownload
CanonSELPHY CP760
WindowsDownload
CanonSELPHY CP520
WindowsDownload
CanonDS810
WindowsDownload
CanonDS700
WindowsDownload
CanonCP750
WindowsDownload
CanonCP740
WindowsDownload
CanonCP730
WindowsDownload
CanonCP720
WindowsDownload
CanonCP710
WindowsDownload
CanonCP600
WindowsDownload
CanonCP530
WindowsDownload
CanonCP510
WindowsDownload
CanonCP500
WindowsDownload
CanonCP400
WindowsDownload
CanonCP100
WindowsDownload
CanonCP10
WindowsDownload

CanonCP330
WindowsDownload
CanonCP300
WindowsDownload
CanonCP220
WindowsDownload
CanonCP200
WindowsDownload
CanonCD300
Win95 / Win98 / WinMeDownload
CanonCD200
WindowsDownload
CanonLBP5360
WindowsDownload
CanonLBP5300
WindowsDownload
CanonLBP5200
WindowsDownload
CanonLBP5100
WindowsDownload
CanonLBP5000
WindowsDownload
CanonLBP-810
WindowsDownload
CanonLBP-800
WindowsDownload
CanonLBP-660
WindowsDownload
CanonLBP-465
Win3.x / Win95 / Win98Download
CanonLBP-460
Win3.x / Win95 / Win98Download
CanonLBP-3260
WindowsDownload
CanonLBP-3200
WindowsDownload
CanonLBP-2410
WindowsDownload
CanonLBP-1760e
WindowsDownload
CanonLBP-1260 Plus
WindowsDownload
CanonLBP-1000
WindowsDownload
CanonLaserShot LBP5960
WindowsDownload
CanonLaserShot LBP3000
WindowsDownload
CanonLaser Shot LBP3460
WindowsDownload
CanonLaser Shot LBP3360
WindowsDownload

Drivers for notebooks


Drivers for notebooks Acer
Drivers for notebooks ASUS
Drivers for notebooks HP
Drivers for notebooks Dell
Drivers for notebooks MSI
Drivers for notebooks Samsung
Drivers for notebooks Toshiba
Drivers for notebooks Sony
Drivers for notebooks Lenovo
Drivers for notebooks Fujitsu
Drivers for notebooks Fujitsu Siemens
Drivers for notebooks eMachines
Drivers for notebooks Apple
Drivers for notebooks Packard Bell
Drivers for notebooks Clevo
Drivers for notebooks LG
Drivers for notebooks Notebook
Drivers for notebooks BenQ
Drivers for notebooks Compaq
Drivers for notebooks IBM
Drivers for notebooks Intel
Drivers for notebooks Matsushita
Drivers for notebooks Gateway
Drivers for notebooks Medion
Drivers for notebooks DEPO
Drivers for notebooks NEC
Drivers for notebooks Gigabyte
Drivers for notebooks K-Systems
Drivers for notebooks No name
Drivers for notebooks Gericom

Profesionalisme Guru (Analisis UU No. 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen



Profesionalitas guru memang menjadi salah satu syarat utama mewujudkan pendidikan bermutu. Dan karenanya, pemerintah telah mengupayakan langkah-langkah strategis untuk meningkatkan profesionalitas guru-guru di Tanah Air.

Menyadari begitu pentingnya peran guru, Presiden RI, Susilo Bambang Yudhoyono mencanangkan guru sebagai profesi pada tanggal 2 Desember 2004. Melalui pencanangan ini diharapkan status sosial guru akan meningkat secara signifikan dan tidak lagi hanya dilirik oleh mereka yang kepepet mencari kerja.[1] Eksistensi guru tersebut dikukuhkan dalam UU No. 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen (UUGD) yang ditandatangani Presiden RI pada 30 Desember 2005.

UU guru dan dosen memang sangat dibutuhkan untuk melengkapi Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Pasal 39 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan bahwa pendidik merupakan tenaga profesional. Kedudukan guru dan dosen sebagai tenaga profesional bertujuan untuk melaksanakan sistem pendidikan nasional dan mewujudkan tujuan pendidikan nasional, yaitu berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, serta menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab.[2]

Kedudukan guru sebagai tenaga profesional berfungsi untuk meningkatkan martabat guru serta perannya sebagai agen pembelajaran untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional. Sejalan dengan fungsi tersebut, kedudukan guru sebagai tenaga profesional bertujuan untuk melaksanakan sistem pendidikan nasional dan mewujudkan tujuan pendidikan nasional, yakni berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, serta menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab.

Meskipun tujuan dari lahirnya UU tersebut begitu mulai, tetapi tidaklah luput dari beberapa permasalahan dan kendala. Guru profesional adalah guru yang mendapatkan sertifikat dari pemerintah, dan berhak mendapatkan tunjangan profesi. Sementara guru-guru yang belum mendapatkan sertifikat, seolah-olah dianggap sebagai guru yang belum profesional. Padahal yang namanya guru, mendapat tunjangan profesi atau tidak, tetaplah harus bekerja secara profesional. Hal tersebut kemudian mengakibatkan terjadinya iri antar guru yang sudah sertifikasi dan yang belum, sehingga bisa menjadi hambatan guru dalam melaksanakan tugasnya.

Profesionalitas guru yang sudah mendapatkan sertifikat profesi itu sendiri masih dipertanyakan banyak pihak. Sertifikat profesi seakan-akan hanya bersifat formalitas belaka, tidak menyentuh substansinya. Oleh sebab itu, kriteria atau ukuran yang digunakan pemerintah sebagai syarat guru mendapatkan sertifikat profesi perlu ditinjau lebih dalam.

Berdasarkan pemaparan di atas, tulisan ini bermaksud menganalisis seberapa jauh UU No. 14 Tahun 2003 tentang Guru dan Dosen mengatur tentang profesionalisme guru untuk kemudian dikaji kelemahan dan kelebihannya.











Latar Belakang Lahirnya UU Guru dan Dosen

Sebagaimana diamanatkan dalam UUD 1945 Pasal 31 ayat (3) yang berbunyi: "Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa," dan ayat (5) yang berbunyi: "Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia.", UU Guru dan Dosen juga lahir bertujuan untuk memperbaiki pendidikan nasional, baik secara kualitas maupun kuantitas, agar sumber daya manusia Indonesia bisa lebih beriman, kreatif, inovatif, produktif, serta berilmu pengetahuan luas demi meningkatkan kesejahteraan seluruh bangsa. Perbaikan mutu pendidikan nasional yang dimaksud meliputi, Sistem
Pendidikan Nasional, Kualifikasi serta Kompetensi Guru dan Dosen, Standar Kurikulum yang digunakan, serta hal lainnya.

Dalam kaitannya dengan Guru sebagai pendidik, maka pentingnya guru professional yang memenuhi standar kualifikasi diatur dalam pasal 8 Undang-undang No.14 tahun 2005 tentang Guru Dan Dosen (UUGD) yang menyebutkan bahwa Guru wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Lebih dalam lagi pada pasal 10 ayat (1) UUGD dan Pasal 28 ayat 3 PP 19 tahun 2005 tentang SNP dijelaskan bahwa kompetensi guru yang dimaksud meliputi:

a. Kompetensi pedagogik;
b. Kompetensi kepribadian;
c. Kompetensi profesional; dan
d. Kompetensi sosial.

Selain mengatur hal-hal penting di atas, UUGD juga mengatur hal lain yang tak kalah pentingnya bagi kemajuan dan kesejahteraan para guru.

Isi Pokok UUGD

UU Guru dan Dosen terdiri dari 84 pasal. Secara garis besar, isi dari UU ini dapat dibagi dalam beberapa bagian.

Pertama, pasal-pasal yang membahas tentang penjelasan umum (7 pasal) yang terdiri dari:
(a) Ketentuan Umum,
(b) Kedudukan, Fungsi, dan Tujuan, dan
(c) Prinsip Profesionalitas.

Kedua, pasal-pasal yang membahas tentang guru (37 pasal) yang terdiri dari
(a) Kualifikasi, Kompetensi, dan Sertifikasi,
(b) Hak dan Kewajiban,
(c) Wajib Kerja dan Ikatan Dinas,
(d) Pengangkatan, Penempatan, Pemindahan, dan Pemberhentian,
(e) Pembinaan dan Pengembangan,
(f) Penghargaan,
(g) Perlindungan,
(h) Cuti, dan
(h) Organisasi Profesi.

Ketiga, pasal-pasal yang membahas tentang dosen (32 pasal) yang terdiri dari
(a) Kualifikasi, Kompetensi, Sertifikasi, dan Jabatan Akademik,
(b) Hak dan Kewajiban Dosen,
(c) Wajib Kerja dan Ikatan Dinas,
(d) Pengangkatan, Penempatan, Pemindahan, dan Pemberhentian,
(e) Pembinaan dan Pengembangan,
(f) Penghargaan,
(g) Perlindungan, dan
(h) Cuti.

Keempat, pasal-pasal yang membahas tentang sanksi (3 pasal).

Kelima, bagian akhir yang terdiri dari Ketentuan Peralihan dan Ketentuan Penutup (5 Pasal).
Dari seluruh pasal tersebut di atas pada umumnya mengacu pada penciptaan Guru dan Dosen Profesional dengan kesejahteraan yang lebih baik tanpa melupakan hak dan kewajibannya.

Guru Profesional

Dalam Pasal 1 UU No 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen (selanjutnya disingkat UUGD) disebutkan bahwa Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.[3]

Guru profesional sebagaimana dimaksud dalam pasal tersebut adalah pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dan menjadi sumber penghasilan kehidupan yang memerlukan keahlian, kemahiran, atau kecakapan yang memenuhi standar mutu atau norma tertentu serta memerlukan pendidikan profesi.[4]
Menurut Oemar Hamalik, guru profesional, harus memiliki persyaratan yang meliputi: memiliki bakat sebagai guru, memiliki keahlian sebagai guru, memiliki keahlian yang baik dan terintegrasi, memiliki mental yang sehat, berbadan sehat, memiliki pengalaman dan pengetahuan yang luas, guru adalah manusia berjiwa pancasila, dan seorang warga negara yang baik.[5]

Apa yang disampaikan Oemar Hamalik tersebut, tidak jauh beda dengan pasal yang tercantum dalam UUGD, pasal 8, 9, dan 10, sebagai berikut:

Pasal 8: Guru wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
Pasal 9: Kualifikasi akademik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 diperoleh melalui pendidikan tinggi program sarjana atau program diploma empat.
Pasal 10: (1) Kompetensi guru sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional yang diperoleh melalui pendidikan profesi.

Kemudian dalam tugas keprofesionalannya, guru mempunyai tugas:
a. merencanakan pembelajaran, melaksanakan proses pembelajaran yang bermutu, serta menilai dan mengevaluasi hasil pembelajaran;
b. meningkatkan dan mengembangkan kualifikasi akademik dan kompetensi secara berkelanjutan sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni;
c. bertindak objektif dan tidak diskriminatif atas dasar pertimbangan jenis kelamin, agama, suku, ras, dan kondisi fisik tertentu, atau latar belakang keluarga, dan status sosial ekonomi peserta didik dalam pembelajaran;
d. menjunjung tinggi peraturan perundang-undangan, hukum, dan kode etik guru, serta nilai-nilai agama dan etika; dan
e. memelihara dan memupuk persatuan dan kesatuan bangsa.[6]

Type Guru Profesional sebagaimana digambarkan dalam UUGD di atas menurut penulis sudahlah baik, sehingga tidak perlu untuk dibahas lebih jauh.

Guru Profesional dalam Perspektif Islam

Guru sebagai tulang punggung pendidikan Islam memiliki eksistensi yang sangat kuat. Dalam pendidikan Islam menurut Syekh az-Zamuji dalam kitabnya Ta’lim Muta’lim di antara syarat seseorang untuk dapat belajar dengan sukses adalah menghormati guru sama seperti menghormati ilmu. Santri (siswa) tidak akan memperoleh ilmu dan mendapat manfaatnya tanpa menghormati ilmu dan gurunya. Demikian besar posisi dan fungsi guru se­hingga menghormatinya itu lebih baik dibandingkan seke­dar mentaatinya. Menurut kitab rujukan utama para santri ini, manusia tidak dianggap kufur karena bermaksiat. Tetapi manusia menjadi kufur karena tidak menghormati atau memuliakan perintah Allah.
Dalam lingkungan pondok pesantren sebagai salah satu miniatur pendidikan Islam, seorang guru tidak di­
syaratkan memiliki kualifikasi pendidikan tertentu. Tidak ada catatan sejarahnya seorang guru yang akan mengajar diminta keterangan ijazah pendidikan tertentu. Sekalipun puluhan tahun belajar dari satu pesantren ke pesantren yang lain, bukan ijazah yang dilihat oleh masyarakat tapi kemampuannya (kompetensi) dalam mengamalkan ilmu dan manfaatnya bagi masyarakat. Kompetensi amaliah ini kemudian melahirkan stratifikasi guru agama. Bila hanya lingkup kecil biasanya cukup disebut ustadz. Namun bila pengaruhnya sudah luas apalagi ditambah dengan ke­mampuannya memimpin pesantren dengan santri ban­yak, maka akan tersanding sertifikat gelar Kyai (di Sunda ajeungan). Tidak setiap orang bisa memperoleh sertifikat ini, karena masyarakat memberikan khusus kepada orang tertentu dengan kriteria tertentu. Bahkan bila ada guru agama yang telah mencapai gelar terhormat ini kemudian memiliki sifat dan sikap yang tidak sesuai dengan kualifi­kasinya, maka gelar tersebut akan dicabut kembali oleh masyarakat.[7]

Dalam perspektif Islam, seorang pendidik (guru) akan berhasil menjalankan tugasnya apabila memiliki pikiran kreatif dan terpadu serta mempunyai kompetensi profesional religius.[8]

Yang dimaksud kompetensi profesional religius sebagaimana di atas adalah kemampuan untuk menjalankan tugasnya secara profesional. Artinya, mampu membuat keputusan keahlian atas beragamnya kasus serta mampu mempertanggungjawabkannya berdasarkan teori dan wawasan keahliannya dalam perspektif Islam.[9]

Allah berfirman:
وَلَا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولَئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْئُولًا
Artinya:
Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mengetahui pengetahuan tentang hal itu, (karena) sesungguhnya pendengaran, penglihatan, dan hati, semuanya itu akan di tanya. (Q.S. Al-Isra’ [17]: 36)
Firman di atas sudah sangat tegas menjelaskan bahwa seorang guru mestilah memiliki kompetensi profesional sebagaimana diamanatkan dalam UUGD. Dalam kaitan ini, al-Ghazali pernah berkata, “ Hendaklah guru mengamalkan ilmunya, jangan perkataannya membohongi perbuatannya. Perumpamaan guru yang membimbing murid, bagaikan ukiran dan tanah liat atau bayangan dengan tongkat. Bagaimana mungkin tanah liat dapat terukir sendiri tanpa ada alat untuk mengukirnya dan bagaimana mungkin bayangan akan lurus kalau tongkatnya bengkok .”[10]

Memang, adakalanya seorang guru dalam mengajar menemui permasalahan. Keadaan yang demikian mengharuskan adanya suatu program yang disebut on-service training. Kegiatan ini dapat dilakukan dengan mengadakan pertemuan berkala dan rutin di antara para guru yang mempunyai bagian sama, sehingga terjadi tukar pikiran di antara para guru itu dalam mencari alternatif pemecahannya.[11]

Mengukur Keprofisonalan Guru

Sebagaimana sudah disebutkan, guru profesional setidaknya harus memenuhi empat kompetensi, yakni kompetensi akademik, kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, dan kompetensi sosial.
Untuk mengukur keempat kompetensi tersebut, pemerintah menyelenggarakan program sertifikasi guru. Sertifikasi adalah proses pemberian sertifikat pendidik untuk guru yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi yang memiliki program pengadaan tenaga kependidikan yang terakreditasi dan ditetapkan oleh Pemerintah, dilaksanakan secara objektif, transparan, dan akuntabel.

Bagi yang lulus sertifikasi, maka mereka mendapatkan sertifikat sebagai guru professional sesuai dengan mata pelajaran yang diampu.

Ketentuan lebih lanjut mengenai sertifikasi tidak disebutkan secara detail di UUGD dan telah dibuat peraturan pemerintah yang memuat secara khusus berkaitan dengan sertifikasi. Aturan tersebut adalah Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru dan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2012 Tentang Sertifikasi Bagi Guru Dalam Jabatan. Dalam ketentuan lanjutan itulah banyak persoalan muncul.

Kita tahu, sebelum tahun 2011, pola sertifikasi melalui portofolio, sementara bagi yang belum lulus mengikuti pendidikan dan pelatihan profesi guru (PLPG). Pola tersebut berubah pada tahun 2011 ini, pemerintah mengubah kebijakannya dengan memperbanyak alokasi PLPG, dan portofolio hanya 1%.

Portofolio sendiri banyak mengalami kendala karena banyaknya guru-guru yang disinyalir memalsukan sertifikat-sertifikat atau penghargaan untuk mendapatkan nilai yang baik. Sedangkan dalam PLPG, yang diujikan adalah kompetensi pedagogik guru, sementara dua kompetensi yang lain, yakni kepribadian dan sosial tidak jelas bagaimana cara mengukurnya.

Selain itu, syarat untuk bisa mengikuti PLPG juga patut dikritisi. Dalam buku pedoman sertifikasi guru 2012, disebutkan bahwa syarat untuk mengikuti sertifikasi guru adalah minimal guru sudah mengajar sebelum UUGD ditetapkan, yakni sebelum tanggal 30 Desember 2005. Syarat ini tentu membuat guru-guru yang baru harus menunggu mengajukan sertifikasi.

Menyerahkan pendidikan guru pada sebuah lembaga khusus juga akan membawa akibat, pertama yang paling mungkin adalah pergeseran makna kualitas yang hanya ditetapkan melalui sertifikat. Kualitas guru yang paling mungkin tahu adalah peserta didik dan lingkungan tempat guru mengajar. Hal yang sama pula menyangkut kebutuhan guru seperti apa yang dibutuhkan hanya lingkungan sekolah itu yang tahu. Sebaiknya upaya untuk meningkatkan kualitas tidak saja bersandar pada lembaga pendidikan melainkan juga menggali kritik, saran, dan pertimbangan publik.[12]

Kebijakan pemerintah tentang ren­cana sertifikasi bagi guru-guru juga melahirkan fenomena baru dalam dunia pendidikan di Indonesia. Apalagi, guru-guru yang sampai saat ini belum menempuh pendidikan strata satu atau guru yang sudah lama mengajar tetapi bukan berlatar belakang pendidikan (baca: tidak memiliki akta mengajar). Para guru yang selama ini sudah mengajar anak didiknya dengan penuh tanggung jawab dan kecin­taannya untuk mengabdikan diri dalam lingkungan pen­didikan menjadi takut kehilangan kesempatannya untuk mengajar, hanya karena belum lulus S-1 atau tidak me­miliki akta mengajar. Mereka menjadi kalang kabut, se­hingga mereka menjadi latah, cepat-cepat mengikuti S-1 dan mendapatkan akta mengajar. Rasa takut yang berlebihan mengakibatkan mereka tidak berpikir panjang untuk mencari kejelasan tentang in­formasi tersebut dan bersabar menunggu kepastian akan kebijakan tersebut. Mereka sudah tidak memikirkan lagi tentang biaya pendidikan atau kewajiban mengajarnya, bahkan lembaga pendidikan yang akan mereka masuki. Yang penting bagi mereka adalah cepat-cepat menyele­saikan S-1 dan memiliki akta mengajar, karena mereka tidak mau diberhentikan dari pekerjaannya sebagai pengajar.[13]

Penghargaan terhadap Guru Profesional

Sebagai bentuk penghargaan terhadap profesi guru, pemerintah memberikan reward (penghargaan) berupa:
a. memperoleh penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum dan jaminan kesejahteraan sosial;
b. mendapatkan promosi dan penghargaan sesuai dengan tugas dan prestasi kerja;
c. memperoleh perlindungan dalam melaksanakan tugas dan hak atas kekayaan intelektual;
d. memperoleh kesempatan untuk meningkatkan kompetensi;
e. memperoleh dan memanfaatkan sarana dan prasarana pembelajaran untuk menunjang kelancaran tugas keprofesionalan;
f. memiliki kebebasan dalam memberikan penilaian dan ikut menentukan kelulusan, penghargaan, dan/atau sanksi kepada peserta didik sesuai dengan kaidah pendidikan, kode etik guru, dan peraturan perundang-undangan;
g. memperoleh rasa aman dan jaminan keselamatan dalam melaksanakan tugas;
h. memiliki kebebasan untuk berserikat dalam organisasi profesi;
i. memiliki kesempatan untuk berperan dalam penentuan kebijakan pendidikan;
j. memperoleh kesempatan untuk mengembangkan dan meningkatkan kualifikasi akademik dan kompetensi; dan/atau
k. Memperoleh pelatihan dan pengembangan. profesi dalam bidangnya.[14]

Tujuan diberikan reward tersebut adalah untuk meningkatkan profesionalisme dan kesejahteraan guru. Bentuk kesejahteraan yang sekarang dapat dinikmati guru besertifikasi adalah mendapatkan tunjangan profesi yang besarnya satu kali gaji sesuai dengan golongan dan masa kerja masing-masing. Tunjangan tersebut tidak hanya guru yang berstatus PNS, tetapi juga swasta. Sedangkan guru yang belum besertifikasi, pemerintah memberikan TPP (Tunjangan Perbaikan Penghasilan) sebesar dua ratus lima puluh ribu rupiah perbulan.

Tunjangan sertifikasi yang diberikan ternyata tidak berbanding lurus terhadap kinerja guru. Setelah diberlakukan sertifikasi sejak 2006 sampai sekarang ternyata belum memiliki pengaruh signifikan dengan peningkatan kualitas pendidikan dan guru. Sertifikasi yang bertujuan untuk standardisasi kualitas guru berubah menjadi ajang mendapatkan kenaikan tunjangan semata, sekadar formalitas dengan menunjukkan selembar portofolio yang mereka dapat dengan cara-cara instan.[15]

Penghargaan kepada guru yang sudah sertifikasi tersebut juga telah memicu adanya kecemburuan guru-guru yang lain. Kecemburuan ini mengakibatkan kinerja guru-guru non-sertifikasi tidak maksimal dalam bekerja.
Semestinya tidak ada pengotak-kotakan guru dengan cara memisah antara guru bersertifikat profesi dan guru biasa (non-sertifikasi). Bukankah semua guru haruslah bekerja secara profesional? Kebijakan pemerintah untuk menaikkan kesejahteraan guru memang patut untuk dihargai, tetapi cara penanganannya masih setengah-setengah.

Ada sebuah ungkapan menarik dari Iwan Hermawan, Sekjen Forum Guru Independen Indonesia. Menurutnya, UUGD tidak mencerminkan upaya untuk meningkatkan kesejahteraan. Buktinya untuk sejahtera saja, guru harus memenuhi syarat yang ditetapkan oleh pemerintah.[16]

Memang melalui UUGD kita berharap kesejahteraan guru menjadi meningkat. Akan tetapi, menurut Eko Prasetyo, UUGD ini telah terjebak dalam logika sesat tentang pembelajaran. UUGD ini tampaknya buta secara historis kalau guru memiliki peran signifikan dalam pembentukan kesadaran dan tradisi intelektual siswa. Fungsi politis guru ni dikalahkan oleh keinginan negara mengatur secara administrasi pengelolaan guru dan menumpahinya dengan peningkatan pendapatan.[17]

Selain hal di atas, pemberian tunjangan profesional ini juga tidak didukung oleh anggaran dana yang disediakan oleh pemerintah. Akibatnya, pelaksanaan sertifikasi menyebabkan proses sertifikasi sering mengalami masalah teknis, seperti terbatasnya dana bagi assessor atau penundaan pelaksanaan sertifikasi, dan lain sebagainya.

KESIMPULAN


Berbagai problem yang mendera bangsa ini bisa dibereskan melalui pendidikan, dan guru menjadi aktor yang penting yang mampu menjalankan peranannya ini. Sebagai sebuah profesi, guru memang sudah selayaknya memiliki payung hukum tersendiri sehingga mendapatkan perlakuan yang layak dari berbagai pihak. UU no. 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen yang diberlakukan kini, memiliki kekuatan dan kelemahan tersendiri.
Misi dari UUGD ini tidak lain adalah untuk meningkatkan kualitas pendidikan, salah satunya adalah dengan meningkatkan keprofesionalan guru. Sayangnya, dalam teknis pelaksanaanya beberapa pasal yang mengatur keprofesionalan guru mengalami hambatan dan kendala baik teknis maupun teoritis.

Membaca UUGD ini kita seperti berhadapan dengan utopia negara tentang pekerjaan mendidik, yang sama halnya dengan karyawan. Seorang yang ingin dikatakan guru profesional maka harus memiliki sertifikat profesi, yang mana sertifikat tersebut mesti di up date melalui uji kompetensi. Hal ini membuat guru menjadi tertekan, dan akibatnya tugasnya menjadi terbengkelai.

Pemberian tunjangan profesi yang tidak merata dengan syarat-syarat yang berat juga telah menimbulkan kecemburuan di kalangan guru, yang berimbas pada kinerja.

SARAN KEBIJAKAN

Undang-undang No 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen sudah semestinya untuk ditinjau kembali untuk kemudian direvisi pada pasal-pasal yang kurang bijaksana. Guru memang sudah selayaknya mendapatkan tunjangan profesi, dan semestinya pemerintah tidak pilih kasih memberikan kesejahteraan kepada guru. Sebab, semua guru, baik yang sertifikasi atau belum mesti bekerja secara profesional, dan karenanya patut untuk mendapatkan kesejahteraan yang sama.



Catatan kaki:
[1] Darmaningtyas. 2005. Ilusi tentang Guru dan Profesionalisme, Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma. Hlm. 197.
[2] Undang-undang Nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen Bab II Pasal 6.
[3] Pasal 1 (1) UU No. 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen
[4] Pasal 1 (4) UU No. 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen
[5] Hamalik, Oemar. 2001. Proses Belajar Mengajar. Jakarta. Bumi Aksara. Hal. 118.
[6] Pasal 20 UU No. 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen
[7] Natsir, Nanat Fatah, 2007. Jurnal EDUCATIONIST No. I Vol. I Januari 2007, Pemberdayaan Kualitas Guru Dalam Perspektif Pendidikan Islam, UPI: Bandung., hlm. 27.
[8] Muhaimin, Dkk. 1999. Kontroversi Pemkiran Fazlur Rahman: Sudi Kritis Pembaharuan Pendidikan Islam, Dinamika: Cirebon. Hlm. 115.
[9] Muhaminin dan Abdul Mujib. 1993. Pemiiran Pendidikan IslamL Kajian Filosofi dan Kerangka Dasar Operasionalisasinya. Trigenda Karya: Bandung. Hlm. 173
[10] Sulaiman, Tathiyah Hasan, 1986. Alam Pikiran al-Ghazali Mengenai Pendidikan dan Ilmu. CV. Diponegoro: Bandung. Hlm. 56.
[11] Musbikin, Imam. 2010. Guru yang Menakjubkan. Buku Biru: Yogyakarta. Hlm. 128.
[12] Prasetyo, Eko. 2007. Guru, Mendidik itu Melawan, Cet. 2, Jogjakarta: Resist Book, , hlm. 161.
[13] Natsir, Nanat Fatah, Op.Cit. hlm. 25.
[14] Pasal 14 UU No. 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen.
[15] Berita di Suara Merdeka, 1 Oktober 2010 .
[16] Presetyo, Eko, Op.Cit. hlm. 162.
[17] Ibid, hlm. 163-164.
DAFTAR PUSTAKA
Darmaningtyas. 2005. Ilusi tentang Guru dan Profesionalisme, Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma,.
Eko Prasetyo. 2007. Guru, Mendidik itu Melawan, Cet. 2. Jogjakarta: Resist Book.
Hamalik, Oemar. 2001. Proses Belajar Mengajar. Jakarta. Bumi Aksara.
Muhaimin, Dkk. 1999. Kontroversi Pemkiran Fazlur Rahman: Sudi Kritis Pembaharuan Pendidikan Islam, Dinamika: Cirebon.
Muhaminin dan Abdul Mujib. 1993. Pemiiran Pendidikan IslamL Kajian Filosofi dan Kerangka Dasar Operasionalisasinya. Trigenda Karya: Bandung.
Musbikin, Imam. 2010. Guru yang Menakjubkan. Buku Biru: Yogyakarta.
Natsir, Nanat Fatah. 2007. Jurnal EDUCATIONIST No. I Vol. I Januari 2007, Pemberdayaan Kualitas Guru Dalam Perspektif Pendidikan Islam, UPI: Bandung.
Suara Merdeka, 1 Oktober 2010 (Berita)
Sulaiman, Tathiyah Hasan, 1986. Alam Pikiran al-Ghazali Mengenai Pendidikan dan Ilmu. CV. Diponegoro: Bandung.
UU No. 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen

Contoh RPP Kurikulum 2013


Contoh RPP Kurikulum 2013

kurikulum 2013Contoh RPP Kurikulum 2013~Seperti dijelaskan sebelumnya pada artikel Langkah-langkah Penyusunan RPP pada Kurikulum 2013 bahwa Rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) adalah rencana kerja yang menggambarkan prosedur dan pengorganisasian pembelajaran untuk mencapai satu kompetensi dasar yang telah ditetapkan dalam Standar Isi dan dijabarkan dalam silabus. Lingkup Rencana Pembelajaran paling luas mencakup 1 (satu) kompetensi dasar yang terdiri atas 1 (satu) indikator atau beberapa indikator untuk 1 (satu) kali  pertemuan atau lebih.
Pada kurikulum 2013 ini, perangkat-perangkat pembelajaran yang dibutuhkan telah dipersiapkan oleh pemerintah, seperti silabus, KI dan KD sementara penyusunan RPP masih menjadi kewajiban guru. Berhubung implementasi kurikulum 2013 ini baru akan dilaksanakan secara bertahap mulai tahun pelajaran 2013 ini hingga 2015 nanti, tidak ada salahnya kita melihat seperti apa contoh RPP kurikulum 2013 nanti seperti yang kami kutipkan dari materi modul pelatihan kurikulum 2013 yang diterbitkan oleh BPSDMPK & PMP Kemdikbud pada bulan Mei 2013 lalu. Untuk dapat memperoleh contoh RPP tersebut, silahkan klik tautan dibawah ini :
Jenjang SD
  1. Kelas 1
Jenjang SMP
  1. Bahasa Indonesia
  2. Bahasa Inggris
  3. Matematika
  4. Penjaskes
  5. PKN
  6. Seni Budaya
  7. IPA
  8. IPS
Jenjang SMA
  1. RPP Matematika
  2. RPP Sejarah
  3. RPP Bahasa Indonesia

Raja ebook gratis | novel gratis Indonesia

Arsip Kategori: NOVEL INDONESIA

Koleksi Novel Ahmad Tohari

Novel “Ahmad Tohari” Collcetions
Jentera Bianglala.pdf. Download ebook
Lintang Kemukus dini hari.pdf. Download ebook
Ronggeng Dukuh Paruk.pdf. Download ebook
Bekisar merah.pdf. Download ebook
DiKaki Bukit Cibalak.pdf Download ebook
Kubah.pdf. Download ebook

Koleksi Novel AA Navis

Novel AA Navis Collections
AA Navis.Saraswati SiGadis Sunyi.rar. Download ebook
AA Navis Tamu yang Datang dihari lebaran.pdf. Download ebook
AA.navis Robohnya Surau Kami.rar. Download ebook
AA Navis.Zaim Penyair yang ke istana.pdf. Download ebook
AA Navis.Bayang-Bayang.pdf Download ebook
AA Navis.Angin Dari Gunung.pdf Download ebook
AA Navis.SiBangkak.pdf. Download ebook

Koleksi Novel Andrea Hirata

Novel Andrea Hirata Collections
ebook hp gratis indonesia
Laskar Pelangi.prc 545 kb saja Download ebook
Sang Pemimpi.prc 393 kb saja Download ebook
Edensor bag 1.prc 367 kb saja Download ebook
Edensor bag 2.prc 174 kb saja Download ebook
MARYAMAH KARPOV.362 kb saja Download ebook

Koleksi Novel Asma Nadia

Novel Asma Nadia Collections
Novel Islam gratis
Catatan Hati disetiap Sujudku.rar. Download ebook
La Tahzan for brokenheart.pdf. Download ebook
J Two on A Mission.rar Download ebook
CINTA LELAKI BIASA.pdf. Download ebook
REMBULAN DIMATA IBU.pdf. Download ebook
Catatan Hati Seorang Istri.rar .rar. Download ebook
DIA DALAM MIMPI-MIMPI RANI.pdf Download ebook
i class="cat-item cat-item-49816361">ebook Al Qardhawi


  • EBOOK ANAK | BAYI
  • EBOOK BISNIS INTERNET | BLOGGING
  • EBOOK CINTA | DEWASA
  • EBOOK CINTA | REMAJA
  • ebook Harun Yahya
  • ebook Hermawan Kertajaya
  • EBOOK HUMOR
  • EBOOK ISLAM
  • ebook Kristologi
  • EBOOK MOTIVASI | TIPS-TIPS
  • EBOOK MOTIVASI | TIPS-TIPS HIDUP
  • EBOOK SULAP | RAMALAN | MISTIS
  • Harry Potter
  • ILMU PENGETAHUAN
  • ILMU | PENGETAHUAN UMUM
  • JOKO SABLENG
  • Kahlil Gibran
  • Karl May
  • KISAH ISLAMI
  • KISAH NYATA
  • KOLEKSI NOVEL TERJEMAHAN
  • MAHESA EDAN
  • MISTERI | SEJARAH DUNIA
  • Novel AA Navis
  • Novel Agatha Christie
  • Novel Ahmad Tohari
  • Novel Alfred Hitchcock Trio detektif
  • Novel Andrea Hirata
  • Novel Asma Nadia
  • Novel Dan Brown
  • Novel Detektif
  • Novel Dewi Lestari
  • Novel Enid Blyton
  • Novel Gola gong
  • Novel Habiburrahman El Shirazy
  • Novel Hardy Boys
  • Novel Helvy TR
  • NOVEL INDONESIA
  • Novel LUPUS Hilman H
  • Novel Marga T
  • Novel Mira W
  • Novel Pramoedya AT
  • Novel S Mara Gd
  • Novel Sidney Sheldon
  • Novel Stephenie Meyer
  • NOVEL TERE LIYE
  • NOVEL TERJEMAHAN
  • NOVEL V Lestari
  • OBAT | KESEHATAN | KECANTIKAN
  • PENDEKAR GILA
  • PENDEKAR MABUK
  • PENDEKAR NAGA PUTIH
  • PENDEKAR PULAU NERAKA
  • PENDEKAR RAJAWALI SAKTI
  • PENDEKAR SLEBOR
  • Pendidikan
  • RESEP MAKANAN
  • SH MINTARDJA
  • Sherlock Holmes
  • SOFTWARE GRATIS
  • TIPS | TRIK | KOMPUTER | INTERNET
  • UFO | SEJARAH DUNIA | MISTERI DUNIA
  • Uncategorized
  • Bukti Nyata , Bukan Rekayasa

    http://www.diet-turunberatbadan.com/
  • Cara Diet Sehat dan Aman Menurunkan Berat Badan